Rabu, 27 Januari 2010

ETIKA

1.      Pra Paham
Dalam bahasa kita, istilah etika dipakai dalam berbagai-bagai hubungan. Misalnya digunakan untuk menjelaskan apakah kelakuan atau tindakan seseorang baik atau buruk. Atau untuk mengetahui norma-norma apakah yang digunakan oleh seseorang untuk tindakan atau perbuatannya. Atau untuk mengatakan apakah keputusan seseorang benar atau tidak benar, dan sebagainya. Dalam percakapan kita sehari-hari fakta-fakta, kejadian-kejadian, kebiasaan-kebiasaan, keputusan-keputusan dan lain-lain bukan saja dibicarakan, tetapi juga dinilai secara etis. Istilah etika berasal dari bahasa Yunani, εθοσ (ethos). 
Kata ini memiliki pengertian sebagai tempat tinggal, baik dari manusia maupun binatang. Dengan kata lain, etos selalu mempunyai sangkut paut dengan tempat, di mana kita tinggal dan di mana kita berada. Selain itu, etos memiliki pengertian sebagai kebiasaan; juga berarti adat istiadat dalam arti adat atau kebiasaan dari suatu bangsa atau golongan. Etos juga bisa berarti sifat, karakter atau cara berpikir, cara mengungkapkan diri dan cara bertindak (menurut suatu norma tertentu/kecenderungan pada kesusilaan). Sedangkan etika sendiri adalah ilmu mengenai norma-norma yang mengatur tingkah laku manusia. Secara khusus, etika Kristen memiliki pengertian sebagai ilmu yang meneliti, menilai dan mengatur tabiat dan tingkah laku manusia dengan memakai norma kehendak atau perintah Allah sebagaimana dinyatakan di dalam Yesus Kristus yang mengacu pada Firman Allah dalam Alkitab. Dalam etika, kita mengenal juga etika individual dan etika sosial.
Etika individual membicarakan tentang kehidupan pribadi dan relasi-relasi pribadi yang diadakan antara manusia dengan manusia. Sedangkan etika social membahas hubungan-hubungan social, di mana manusia-manusia  sebagai anggota-anggota dari suatu kelompok dalam masyarakat saling mempunyai sangkut paut. Anggota-anggotanya adalah subjek-subjek dari suatu kelompok yang besar. Keputusan pribadi mereka memang dihargai, tetapi keputusan mereka itu terdapat dalam keputusan bersama dari seluruh kelompok. Sifat khas dari etika social adalah, bahwa yang merupakan subjek dari pertimbangan-pertimbangan dan keputusan etis ialah suatu kelompok manusia. Hubungan dengan anggota-anggota lain ditentukan secara structural dan dapat disebut suatu “hubungan kuasa” atau suatu sistim social. Keputusan-keputusan yang diambil oleh banyak orang secara bersama-sama dan menjadi tanggung jawab bersama.
Di samping istilah etika, kita mengenal juga istilah moral. Kata moral berasal dari bahasa latin mos (jamak: mores) yang berarti kesusilaan atau kebiasaan baik yang berlaku pada suatu kelompok tertentu. Istilah ini lebih banyak digunakan oleh gereja Katolik Roma. 

2.      Kompleksitas Masalah Moral Dalam Era Global
Perkembangan dunia yang begitu cepat seiring dengan perkembangan tekonologi dan informasi, telah menjadikan dunia bagai sebuah perkampungan kecil,  yang seakan-akan tidak ada sekat yang membatasi manusia yang satu dengan manusia yang lain atau kelompok satu dengan kelompok lain. Perkembangan ini turut pula membentuk pola pikir manusia yang berpengaruh pada kualitas moral. Begitu banyaknya masalah-masalah moral yang dijumpai dalam masyarakat menyebabkan semakin hilangnya nilai-nilai etika dan moral. Di sisi lain, manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan akan senantiasa mengalami perkembangan dan perubahan baik secara kualitatif maupun kuantitatif di sepanjang hidupnya. Tiap zaman selalu memiliki perkembangannya, demikian juga dengan era global dan teknologi informasi di abad ke-21 ini, suatu abad dengan perkembangan pesat di pelbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ini telah membawa perubahan-perubahan social yang begitu dahsyat. Dapat dikatakat bahwa apa yang dihadapi oleh manusia saat ini disebut sebagai era informasi. Perkembangan ini tentu membawa kegoncangan social, kultur, psikologis-spiritual yang ditimbulkannya. Akibatnya masyarakat dunia mengalami future shock (kejutan masa depan). Di satu sisi ada harapan bahwa martabat manusia semakin dihargai, namun di sisi lain terjadi keprihatinan akibat pelecehan terhadap martabat kemanusiaan.
Namun menilai manusia, tidak terlepas dari perkembangan moral manusia tersebut. Lawrence Kohlberg (1927 – 1988), seorang profesor psikologi dari Universitas Harvard Amerika Serikat, membagi jenjang perkembangan moral sebagai berikut:

TINGKAT PERTUMBUHAN
TAHAP PERTUMBUHAN
PERASAAN
TINGKAT PRAMORAL
0 – 6 tahun
TAHAP 0
Perbedaan antara baik dan buruk belum didasarkan atas kewibawaan atau norma-norma

TINGKAT PRA KONVENSIONAL

Perhatian khusus untuk akibat perbuatan; hukuman, ganjaran; motif-motif lahiriah dan partikular
TAHAP 1
Anak berpegang pada kepatuhan dan hukuman. Takut untuk kekuasaan dan berusaha menghindarkan hukuman

TAHAP 2
Anak mendasarkan diri atas egoisme naif yang kadang-kadang ditandai relasi timbal balik
Takut untuk akibat-akibat negatif dari perbuatan
TINGKAT KONVENSIONAL

Perhatian juga untuk maksud perbuatan; memenuhi harapan, mempertahankan ketertiban
TAHAP 3
Orang berpegang pada keinginan dan persetujuan dari orang lain

TAHAP 4
Orang berpegang pada ketertiban moral dengan aturannya sendiri
Rasa bersalah terhadap orang lain bila tidak mengikuti tuntutan-tuntutan lahiriah.
TINGKAT PASCA KONVENSIONAL atau TINGKAT BERPRINSIP

Hidup moral adalah tanggung jawab pribadi atas dasar prinsip-prinsip batin; maksud dan akibat-akibat tidak diabaikan – motif-motif batin dan universal
TAHAP 5
Orang berpegang pada persetujuan demokratis, kontrak sosial, konsensus bebas

TAHAP 6
Orang berpegang pada hati nurani pribadi, yang ditandai oleh keniscayaan dan universalitas
Penyesalan atau penghukuman diri karena tidak mengikuti pengertian moralnya sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar