Selasa, 25 November 2008

SEJARAH PERKEMBANGAN JEMAAT GPM MAKATIAN




A. Letak Geografis
Jemaat GPM Makatian terletak di pesisir barat pulau Yamdena dengan jarak tempuh 6 – 7 jam dengan menggunakan motor laut, merupakan bagian dari Klasis Tanimbar Selatan dan menjadi batas dengan Klasis Tanimbar Utara. Secara administratif pemerintahan, Desa Makatian adalah bagian dari Kecamatan Wermaktian Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Petuanan Desa Makatian adalah yang terbesar di seluruh pulau Yamdena, dengan batas-batas wilayah petuanan Makatian sebagai berikut:
- Sebelah barat berbatasan dengan Pulau Kesbui (petuanan Seira);
- Sebelah timur berbatasan dengan desa Arui;
- Sebelah selatan berbatasan dengan desa Wermatang;
- Sebelah utara berbatasan dengan desa Abat.
Batas wilayah yang demikian luas menjadikan Makatian memiliki hutan yang luas dengan keanekaragaman Flora dan Fauna serta memiliki tanah yang subur. Ditengah-tengah petuanan Desa Makatian mengalir Sungai Rmoye yang merupakan sungai terpanjang dan terbesar di pulau Yamdena. Kekayaan hayati yang dimiliki bukan hanya di darat, tetapi juga di laut yang dipenuhi dengan berbagai jenis teripang, lola, berbagai jenis ikan, udang dan sebagainya.

B. Demografi dan Bahasa
Penduduknya adalah orang-orang asli Makatian, walaupun juga ada para pendatang yang datang di Makatian karena perkawinan. Namun mereka itu (para pendatang) telah manjadi bagian dari orang Makatian. Makatian adalah satu-satunya desa yang menggunakan bahasanya sendiri (bahasa Makatian) di antara lima bahasa yang ada di kepulauan Tanimbar, yakni Bahasa Timur (pesisir timur pulau Yamdena dan Adaut juga Latdalam), Bahasa Selaru (seluruh desa di Selaru dan di Latdalam kecuali Adaut), Bahasa Selwasa (Batuputih, Wermatang, Marantutul), Bahasa Fordata (Seira dan sebelah utara pulau Yamdena) dan Bahasa Makatian sendiri.

C. Sejarah Masyarakat dan Jemaat
Nama asli Desa Makatian adalah Hnyo Matine (berasal dari kata Hnyo artinya kampung dan Matine artinya penjelmaan dari sesuatu yang belum ada menjadi ada). Nama Matine diambil dari nama moyang pertama orang Makatian yang hidupnya di goa istrinya bernama Bol. Mitos yang berkembang di Makatian bahwa Bol ini merupakan penjelmaan dari sejenis Pinang. Pada awalnya Matine hanya hidup seorang diri. Tiba-tiba dari pohon Pinang keluarlah seorang perempuan, dan Matine mengambilnya sebagai istri. Sampai saat ini, hanya orang-orang tertentu saja yang dapat mengetahui jenis pinang tersebut, terutama mereka yang bermarga Huninhatu. Pinang ini tidak bisa dimakan secara sembarangan, hanya digunakan dalam upacara adat tertentu dan hanya dari marga Huninhatu. Misalnya, upacara adat untuk pengambilan sumpah adat Kepala Desa bila ia berasal dari Marga Huninhatu.
Nama lain dari Makatian adalah Morbol Fuartutul. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka bertambah banyak, sehingga mereka memutuskan untuk mencari tempat tinggal yang lebih baik lagi dan keluar dari kehidupan di goa-goa. Dari mereka ini, lahirlah keturunan dengan marga Huninhatu (dari kata Hunine yang berarti tempat kediaman/rumah dan Hatue yang berarti batu). Berdasarkan cerita masyarakat sekitar tahun 1700-an ada beberapa marga yang bergabung dengan orang-orang Makatian (Layan, Manutmasa, Rumkedy, Manuhury, Basar, Kore, Rumenga) sehingga terbentuk komunitas yang lebih besar. Mereka terbagi atas dua Soa besar, yakni Soa Darat dan Soa Laut. Dalam bahasa Timur disebut dengan Soa Dai = Darat dan Soa Dol = Laut; Dalam Bahasa Makatian disebut dengan Soa Ryatu = Darat dan Soa Lote = Laut. Dari kedua Soa Besar terbagi atas beberapa anak soa lagi yakni Soa Darat terdiri atas soa Rbole dan Rmoye, sedangkan Soa Laut terdiri atas Soa Lote, Vatuk Mene, Saklia Inutun dan Kusali Kelbulan.
Saat itu masih terjadi peperangan antar suku sebagai bentuk mencari kekuasaan dan perluasan wilayah suku, mengakibatkan orang-orang Matine terus melakukan perjalanan mencari tempat yang lebih aman. Singgalah mereka di dua tempat yakni Wesoir dan Welebit. Di sinilah mereka diperkenalkan dengan Injil Yesus Kristus yang dibawakan oleh guru-guru Injil. Perjumpaan mereka dengan agama Kristen melalui proses yang cukup panjang, karena mereka masih trauma dengan peperangan antar suku. Pernah juga Joseph Kam dengan menggunakan kapal Dourga saat mengabarkan Injil di kepulauan Tanimbar datang ke Makatian, namun ia ditolak oleh orang-orang Makatian. Mereka selalu menanggap bahwa orang-orang asing yang bukan sesuku dengan mereka adalah musuh dan menimbulkan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. Namun kesabaran dari para Guru Injil dapat menjadikan mereka memeluk agama Kristen. Berdasarkan catatan sejarah yang ada di jemaat, pembaptisan pertama terjadi pada tanggal 14 Oktober 1914 oleh Inlandsch Leraar Lopulalan dengan jumlah jiwa yang dibaptis sebanyak 45 orang. Namun sikap curiga masih tetap ada, sebab mereka dihadapkan dengan pemahaman yang sangat baru dan asing bagi mereka. Pada masa-masa awal itu, peperangan antar suku masih terus menghantui mereka. Orang-orang Makatian yang beribadah di Gereja masih membawa serta busur dan anak panah, tombak serta parang. Namun sejak Inlandsch Leraar Jacob Louhatu kebiasaan ini telah hilang. Atas kerjasama guru-guru Injil dan pemerintah Hindia Belanda, maka diamankanlah daerah di sekitar itu. Sehingga ada jaminan keamanan dan perlindungan dari peperangan antar suku yang diberikan, asalkan mereka mau memeluk agama Kristen.
Kekurangan Alkitab sangat dirasakan oleh orang-orang Makatian pada saat itu. Oleh karenanya, selain khotbah yang disampaikan, maka pendidikan katekisasi juga dilakukan walaupun masih dalam batasan yang sangat sederhana, yakni dengan mengajarkan Doa Bapa Kami, Sepuluh Hukum Taurat dan Pengakuan Iman Rasuli. Pendidikan katekisasi sendiri dimulai pada tahun 1922, dan setahun kemudian dilakukan peneguhan anggota sidi gereja (61 orang), tepatnya pada tanggal 27 September 1923 oleh Inlandsch Leraar Titawano. Pada tanggal 4 Oktober 1923, perjamuan pertama kali dilaksanakan.
Pada jaman pendudukan Jepang, jemaat Makatian pun merasakan dampak yang cukup besar. Mereka harus mengungsi ke Wesoir dan Welebit. Hal ini mengakibatkan beberapa dokumen jemaat seperti buku kelahiran dan buku nikah jemaat turut hilang. Tetapi peristiwa ini tidak berlangsung lama, karena peralihan kekuasaan dan Jepang sendiri tidak terlalu lama berkuasa di Makatian. Kembalinya mereka dari Wesoir dan Welebit, menunjukkan perkembangan yang positif, baik dari sisi pelayanan maupun perkembangan spiritual jemaat. Hingga saat ini jemaat Makatian adalah 100% warga Gereja Protestan Maluku

4 komentar:

  1. Hehehee... Masih inga Makatian lai anaueee.....
    Tapi mantap... sudah mulai menggeliat nih kawan. Kalau sudah begini khan katong bisa biqin komunitas blogger UKIM, paling kurang for kasih motivasi ke teman-teman yang lain.
    Intinya kawaneee.... Tulis-Publish, Tulis-Publish itu aja....
    Beta Desember pulang natal kawan, nanti katong bakudapa baru bacarita banya.....
    Beta pikir ale juga mesti jalan skolah kapa.... Di Filsafat juga bagus, bisa dapat bpps (urus dari skarang jua) Ada Pilihan Filsafat Teknologi, beta kira itu cocok dengan ale punya konsentrasi di Politekhnik kapa.....
    Beta sarankan saja, nanti beta bawa beberapa buku yang beta kira bagus dalam hubungan dengan filsafat teknologi.
    Sukses kawan

    BalasHapus
  2. dangke bu su mangente sadiki di beta pung tapalang ni. beta pikir ini yang bu stev bilang "teoblogi" ni kio hehehehehe
    natal datang deng maitua ka seng?
    kalo datang lalu biking akang capat jua supaya Quinn bisa ada ade lai hehehehehehehe

    BalasHapus
  3. Tabea basudara tuang hati jantong eee... sapa sangka bisa bakudapa deng bastori di kintal internet ni hahahaeee (ale musti baca carita "etus deng dace" di beta pung blog... (sorry numpang promosi!). Maar Acu eee... ale kasi nae font pung point dolo... wangalaeee, katong su umur ni mata su mulai reu... hehehe. salamatoooo

    BalasHapus
  4. kawaneee, huruf akan kacil lawang...
    Lalu di postingan desember seng bisa biqin komentar...
    Tapi di sini saja seng apa-apa.
    "Tuhan", term yang katong sendiri kurang tahu darimana asalnya. Dalam tradisi filsafat barat, ada istilah yang mirip dengan itu, yaitu "To-Hein". Diperkenalkan oleh Plotinos dalam teori emanasinya, gerak kembali dari keadaan yang material kepada keadaan yang ideal. Yang ideal itu yang disebut dengan "To-Hein". Tuhan dari situ kapae....???
    Sampe bakudapa Natal kawan.... Beta pulang tanggal 23, sampe 23 pagi kapa.

    BalasHapus